headnya

Tuesday, October 23, 2007

SELAMAT DATANG SAMPAH VISUAL!

Media massa di Jawa Timur, khususnya Surabaya diramaikan dengan perilaku ‘berpromosi’ yang dilakukan oleh para calon gubernur Jawa Timur dalam menarik simpati masyarakat melalui medium poster, stiker bahkan juga spanduk (Metropolis Jawa Pos, 12/7/2007). Tiang-tiang listrik, kaca bemo, becak dan tembok di Surabaya sudah ramai dengan tempelan stiker, poster dan spanduk yang bergelantungan di jalan. Pejabat pemerintah kota maupun propinsi menganggap hal ini bukan sebagai bentuk merusak pemandangan kota.

Bomber graffiti maupun personel tim sukses calon gubernur yang menempel poster dan stiker di tembok kota memiliki motivasi yang berbeda tetapi secara teknis sama. Mereka melakukan di bidang yang bukan miliknya dan secara tersirat memiliki aspek repetisi atau perulangan dengan medium yang sama. Stiker, poster dan graffiti memiliki spirit seni yang sama dalam membidik ‘konsumen’ di jalanan entah untuk mengekspresikan dirinya maupun membuat wajah kota menjadi lebih artistik. Konsep ini sering disebut sebagai street art. Namun, lihatlah perlakuan terhadap keduanya berbeda! Yang satu dihukum, tetapi yang lainnya dibiarkan.

Kreatifitas Dipertanyakan
Saat medium promosi dilakukan dalam rangka mempopulerkan seorang kandidat pemimpin, nyaris tidak ada yang berubah dengan medium-medium promosi tersebut dari tahun ke tahun, bahkan antar wilayah pun tidak ada sesuatu yang baru dan segar. Serba sama dan seragam pemakaian mediumnya. Kaus, stiker, poster dan spanduk seakan-akan menjadi medium yang wajib dipakai untuk mempromosikan seorang calon ketua RT, ketua RW hingga calon gubernur dan calon presiden.

Stiker yang versinya hanya satu dan penempelannya diulang-ulang pada bidang yang sama secara visual merupakan bentuk yang tidak berkonsep matang, tidak artistik dan tidak memperhitungkan ekologi visual begitu pula pada medium poster yang ditempelkan di tembok. Belum lagi baliho yang asal pasang dan tidak memedulikan faktor lingkungan mengakibatkan efek tumpang tindih yang tidak menarik bagi indera mata.

Dalam konteks kampanye pemilihan gubernur Jawa Timur memang perlu dipikirkan kreatifitas dalam menggunakan medium maupun visual. Visi dan misi dari calon gubernur mendatang memang diperlukan buat masyarakat. Namun cara penyampaiannya pun perlu strategi, terutama dalam hal menarik perhatian masyarakat. Tidak hanya sekedar memasang baliho,menempel poster atau stiker, alih-alih ingin mendapat perhatian masyarakat yang didapatkan malah komunikasi yang berlebihan dan ujung-ujungnya masyarakat alergi dengan janji.

Yang mesti dilakukan sekarang oleh mereka (khususnya tim sukses) adalah berpikir kreatif. Bila hanya sanggup menumpuk sampah visual maka mereka mengulang-ulang kesalahan yang sama dan berkelakuan seperti halnya mereka yang tidak peduli pada artistik dan ekologi. Jika ada kandidat menempel stiker, kenapa memilih medium yang sama untuk diingat massa?jika ada kandidat menempel poster sampai memanjang kayak kereta api dan itupun hanya perulangan, mengapa harus memilih medium yang sama untuk membangkitkan minat massa? Kalaupun tetap yang dipilih medium yang sama, maka pikirkanlah konsepnya secara matang sehingga secara visual ada kebaruan dan semangat yang menyegarkan.

Ada yang berpendapat, penampilan menentukan aura sebagai pemimpin. Pemikiran yang sempit sehingga tidak heran seratus persen medium kampanye kandidat-kandidat ini selalu menempatkan foto diri mereka sebagai magnet. Begitu baliho atau juga spanduk terpasang, maka foto mereka akan ’bersaing’ ketat dengan Agnes Monica atau Adjie Massaid dalam medium jalanan dan berujung pada medium periklanan yang sama sekali tidak artistik. Sangat tidak artistik bila dibandingkan dengan mural, graffiti maupun karya stencil yang dikerjakan oleh street artist di jalanan.
Bagi tim sukses tentunya perlu berpikir dengan ide yang lebih segar untuk mengenalkan kandidat Anda daripada sekedar menumpuk sampah visual yang sudah terlanjur menumpuk di Surabaya. Bagi pemerintah kota maupun propinsi senyampang masih belum dimulainya agenda kampanye, maka perlu tindakan yang efektif dan adil untuk menertibkan sampah visual dari para calon gubernur itu. Street artist yang berkomunitas di kota-kota di Jawa Timur tentu tidak menerima tindakan mendua dari pemerintah.

Bagi calon gubernur, bila Anda berbicara masalah lingkungan maka mulailah sesuatu dari yang paling kecil. Membuat medium kampanye yang tidak artistik, tidak segar secara ide dan monoton sehingga membuat efek perwajahan kota semakin semrawut sama artinya dengan membuat sampah visual semakin menumpuk di Surabaya.***

Labels:

1 Comments:

Anonymous Anonymous said...

wah pemikiranya bagus! suka seni juga yah?
suka mural?
sama dungk! salam kenal yah! thnks

January 07, 2008 6:55 AM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home