BILA SEKOLAH ADALAH...
asfsfasfsaf
Berangkat pagi-pagi mendengarkan guru memberikan ilmu tapi dia gak peduli aku menangkap teorinya apa tidak, maka jangan salahkan aku bila aku mampu membuat bom hanya karena ketidaktahuanku harus aku apakan bahan-bahan kimia ini.
Mencatat teori probabilitas kemanusiaan dalam lingkaran ketidakmengertian atas tulisan per tulisan, maka jangan salahkan aku bila aku tidak mengerti kemungkinan terburuk apa bila aku tidak menolong orang yang tertabrak mobil Mercy hanya gara-gara sang guru menolak menjawab pertanyaanku pada setiap teori kemanusiaan yang didiktekannya. Padahal aku tidak setuju, karena terlalu kuno.
Tidak boleh tidur di sekolah. Tidak boleh membawa binatang kesayangan. Tidak boleh ini. Tidak boleh itu. Aku tidak pernah setuju, namun selalu tidak dijawab alasannya. Padahal kalau dijawab mungkin saja aku bisa mengerti.
Melakukan perintah namun tidak dijelaskan apa tujuan melakukan hal itu. Apa misinya dan target apa yang akan diperoleh bila melakukannya. Tidak pernah diberitahu. Aku pun seperti kerbau.
Membayar uang sekolah. Rutin iuran gedung kuliah. Rutin bayar laboratorium. Bayar ini bayar itu. Namun setiap aku melakukan kegiatan di sekolah selalu dimintai bayaran lagi. Akupun jadi mikir dan jangan pernah salahkan jalan pikiranku..untuk apa uang yang selalu aku bayarkan itu?
Tempat untuk selalu melamun, bagaimana ya caranya tetap bayar sekolah tapi bebas menggunakan alat dan fasilitasnya dan yang penting bebas berkreatifitas?
(keprihatinan pada sekitar 9.010 anak putus sekolah usia 4 – 15 tahun di Desa Kluwut, Brebes, Jawa Tengah)
Berangkat pagi-pagi mendengarkan guru memberikan ilmu tapi dia gak peduli aku menangkap teorinya apa tidak, maka jangan salahkan aku bila aku mampu membuat bom hanya karena ketidaktahuanku harus aku apakan bahan-bahan kimia ini.
Mencatat teori probabilitas kemanusiaan dalam lingkaran ketidakmengertian atas tulisan per tulisan, maka jangan salahkan aku bila aku tidak mengerti kemungkinan terburuk apa bila aku tidak menolong orang yang tertabrak mobil Mercy hanya gara-gara sang guru menolak menjawab pertanyaanku pada setiap teori kemanusiaan yang didiktekannya. Padahal aku tidak setuju, karena terlalu kuno.
Tidak boleh tidur di sekolah. Tidak boleh membawa binatang kesayangan. Tidak boleh ini. Tidak boleh itu. Aku tidak pernah setuju, namun selalu tidak dijawab alasannya. Padahal kalau dijawab mungkin saja aku bisa mengerti.
Melakukan perintah namun tidak dijelaskan apa tujuan melakukan hal itu. Apa misinya dan target apa yang akan diperoleh bila melakukannya. Tidak pernah diberitahu. Aku pun seperti kerbau.
Membayar uang sekolah. Rutin iuran gedung kuliah. Rutin bayar laboratorium. Bayar ini bayar itu. Namun setiap aku melakukan kegiatan di sekolah selalu dimintai bayaran lagi. Akupun jadi mikir dan jangan pernah salahkan jalan pikiranku..untuk apa uang yang selalu aku bayarkan itu?
Tempat untuk selalu melamun, bagaimana ya caranya tetap bayar sekolah tapi bebas menggunakan alat dan fasilitasnya dan yang penting bebas berkreatifitas?
(keprihatinan pada sekitar 9.010 anak putus sekolah usia 4 – 15 tahun di Desa Kluwut, Brebes, Jawa Tengah)
Labels: Social Justice
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home